Fungsi SKB PPh Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan Tahun 2002
SKB PPh pengalihan hak tanah/bangunan tahun 2002 bukan ubah tarif! 🧐 Fungsinya validasi kepatuhan pajak masa lalu (tarif 5% PP 79/1999) agar akta bisa dibuat. Cek Pasal 100-101 PER-8/PJ/2025. #SKB #PajakTanah #PPhFinal #DJP
Latar Belakang
Muncul pertanyaan mengenai fungsi Surat Keterangan Bebas (SKB) dalam kasus transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi pada tahun 2002. Kejanggalan yang dipertanyakan adalah mengapa SKB diperlukan jika tujuannya adalah agar tidak dikenai tarif 2,5% (sesuai PP 34/2016) tetapi tetap dikenai tarif 5% (sesuai PP 79/1999).
Perlakuan Pajak Pengalihan Hak Tahun 2002
Untuk transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi pada tahun 2002, Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang memang mengacu pada ketentuan yang berlaku saat itu, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 1999, dengan tarif sebesar 5%.
Sebagai contoh, jika nilai pengalihan adalah Rp100.000.000, maka PPh yang terutang seharusnya adalah Rp5.000.000. Jika pada saat transaksi baru dibayarkan Rp2.000.000, maka untuk dapat dilakukan pembuatan akta, pihak terkait perlu melakukan penyetoran pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp3.000.000.
Fungsi SKB dalam Kasus Khusus
Fungsi SKB dalam kasus ini bukanlah untuk mengubah tarif pajak yang berlaku. SKB diperlukan karena ada kondisi di mana Wajib Pajak perlu memastikan atau membuktikan bahwa PPh atas pengalihan hak tersebut telah dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku pada masanya, sebelum akta pengalihan dapat dibuat oleh pejabat yang berwenang (misalnya Notaris/PPAT).
SKB menjadi semacam validasi atau persetujuan dari otoritas pajak bahwa kewajiban PPh terkait transaksi lama sudah beres atau dibebaskan, sehingga proses hukum selanjutnya (pembuatan akta) dapat dilanjutkan tanpa hambatan perpajakan.
Ketentuan Permohonan SKB Berdasarkan PER-8/PJ/2025
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 8/PJ/2025 mengatur tata cara permohonan SKB, termasuk untuk kasus-kasus lama seperti ini.
- Kondisi Umum (Pasal 100 ayat (1) PER-8/PJ/2025): Apabila permohonan SKB diajukan berdasarkan kriteria umum, maka permohonan disampaikan dengan melampirkan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 101 ayat (5) huruf a-f PER-8/PJ/2025. Pada kondisi ini, tidak diperlukan pengajuan Surat Keterangan Penelitian Formal terlebih dahulu.
- Kondisi Khusus (Pasal 100 ayat (2) PER-8/PJ/2025): Ini berlaku untuk Wajib Pajak yang dikenai PPh sesuai PP 34 Tahun 2016 dan PP 40 Tahun 2016, atau kasus-kasus khusus lainnya yang relevan dengan transaksi lama. Pada contoh 3 Lampiran PER-8/PJ/2025 yang disebutkan, kasus tersebut termasuk dalam ketentuan Pasal 100 ayat (2) huruf a nomor 3 PER-8/PJ/2025. Dalam kondisi ini, dokumen yang perlu dilampirkan untuk permohonan SKB (sesuai Pasal 101 ayat (5) huruf g PER-8/PJ/2025) adalah:
- Salinan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
- Objek tanah dan/atau bangunan yang diajukan permohonan Surat Keterangan Bebas.
- Daftar seluruh pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Penghasilan yang telah dilunasi.
- Salinan bukti pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan berupa salinan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
- Salinan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
Dalam kasus yang termasuk Pasal 100 ayat (2) PER-8/PJ/2025, seperti contoh 3, Surat Keterangan Penelitian Formal memang diperlukan. Surat ini diterbitkan untuk memastikan bahwa kewajiban perpajakan, khususnya yang mungkin terkait dengan PP 34/2016 (meskipun transaksi 2002 menggunakan PP 79/1999, bisa jadi ada korelasi administratif atau kebutuhan validasi lanjutan), telah dipenuhi. Ini berbeda dengan kondisi pada Pasal 101 ayat (5) huruf a-f yang tidak memerlukan Surat Penelitian Formal untuk penerbitan SKB.
Jadi, SKB berfungsi sebagai alat administratif untuk memastikan kepatuhan di masa lalu dan memungkinkan penyelesaian proses hukum di masa sekarang, bukan untuk mengubah tarif pajak yang sudah berlaku pada saat transaksi.