Perlakuan PPh Pasal 21 untuk Tenaga Ahli (Bukan Pegawai) di Tahun Pajak 2021

Untuk perhitungan PPh Pasal 21 tenaga ahli (bukan pegawai) di tahun 2021, dasar pengenaan pajak (DPP) adalah 50% dari penghasilan bruto.

Anda bertanya tentang "remunerasi fiskal 50%" untuk tenaga ahli di tahun 2021, dengan contoh gaji Rp100 juta menjadi penghasilan neto Rp50 juta dan DPP Rp25 juta.

Istilah "remunerasi fiskal" mungkin sedikit membingungkan dalam konteks ini. Yang Anda maksud kemungkinan besar adalah penerapan norma 50% dari penghasilan bruto sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 untuk kategori Bukan Pegawai seperti tenaga ahli.

Pada Tahun Pajak 2021, peraturan yang berlaku adalah PER-16/PJ/2016. Tenaga ahli (seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris) termasuk dalam kategori Bukan Pegawai yang menerima penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa.

Cara Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Tenaga Ahli (Bukan Pegawai)

Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Bukan Pegawai bergantung pada dua hal utama:

  1. Apakah Penghasilan Bersifat Berkesinambungan atau Tidak Berkesinambungan?
    • Berkesinambungan: Dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
    • Tidak Berkesinambungan: Dibayar atau terutang hanya satu kali dalam satu tahun kalender.
  2. Apakah Memenuhi Ketentuan Pasal 13 PER-16/PJ/2016?Ini terkait dengan apakah Bukan Pegawai tersebut dapat memperoleh pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Syaratnya antara lain: memiliki NPWP, hanya memperoleh penghasilan dari satu Pemotong PPh Pasal 21/26, tidak memperoleh penghasilan lainnya, dan menyerahkan fotokopi NPWP (serta dokumen lain untuk wanita kawin).

Penjelasan Scenario Anda (Gaji Rp100 Juta)

Mari kita bedah perhitungan berdasarkan skenario umum PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai sesuai PER-16/PJ/2016:

  • Langkah 1: Tentukan Penghasilan Bruto.Penghasilan bruto Anda adalah Rp100 juta.
  • Langkah 2: Tentukan Dasar Pengenaan dan Pemotongan (DPP) PPh Pasal 21.Sesuai Pasal 9 dan 10 PER-16/PJ/2016, DPP untuk Bukan Pegawai adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto.DPP = 50% x Rp100.000.000 = Rp50.000.000 Ini adalah "penghasilan neto" dalam pengertian Anda, yaitu penghasilan bruto setelah dikalikan norma 50% untuk Bukan Pegawai.
  • Langkah 3: Kurangi dengan PTKP (Jika Memenuhi Syarat).Jika tenaga ahli tersebut menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan DAN memenuhi ketentuan Pasal 13 PER-16/PJ/2016, maka DPP (Rp50.000.000) ini akan dikurangi dengan PTKP per bulan untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP).Jika tenaga ahli tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 atau menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan, maka DPP (Rp50.000.000) ini langsung menjadi Penghasilan Kena Pajak (PKP) tanpa pengurangan PTKP.
    • Penghasilan Kena Pajak (PKP) = DPP - PTKP per bulan (kumulatif)
  • Langkah 4: Terapkan Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (tarif progresif) akan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang telah dihitung di Langkah 3.

Jadi, dalam skenario Anda:

  • Penghasilan Bruto: Rp100.000.000
  • DPP: Rp50.000.000 (ini adalah 50% dari bruto, bukan "penghasilan neto" setelah PTKP)
  • Penghasilan Kena Pajak (PKP):
    • Jika berkesinambungan dan memenuhi Pasal 13 PER-16/PJ/2016: Rp50.000.000 dikurangi PTKP kumulatif.
    • Jika tidak berkesinambungan atau tidak memenuhi Pasal 13 PER-16/PJ/2016: Rp50.000.000 langsung menjadi PKP.

Kesimpulannya, angka Rp50 juta yang Anda sebutkan adalah DPP (50% dari penghasilan bruto), bukan penghasilan neto setelah PTKP. Dan angka Rp25 juta (jika itu maksud Anda sebagai DPP akhir) adalah hasil dari penerapan tarif progresif PPh, bukan hasil pengurangan lagi dari Rp50 juta sebelum penerapan tarif.

Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang akurat, Anda harus memperhatikan secara cermat kondisi apakah penghasilan bersifat berkesinambungan dan apakah tenaga ahli tersebut memenuhi syarat untuk mendapatkan pengurangan PTKP.