PPN Penjualan Aset Perusahaan Logistik
Jika Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bergerak di bidang logistik dan jasa angkutan dalam negeri berencana menjual truk kepada pihak ketiga, aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan tersebut perlu diperhatikan. Peraturan perpajakan menentukan apakah transaksi ini terutang PPN dan bagaimana pembuatannya.
Penjualan Aktiva yang Semula Tidak Diperjualbelikan
Penjualan truk oleh perusahaan logistik yang awalnya tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan (seperti aset tetap perusahaan yang digunakan untuk operasional) termasuk dalam kategori penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berdasarkan Pasal 16D Undang-Undang PPN sttd Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berdasarkan ketentuan ini, PPN terutang atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, sepanjang PPN Masukan atas perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan.
Syarat Pengenaan PPN
Pengenaan PPN atas penjualan truk ini berlaku jika:
- Penjual adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP). Truk termasuk BKP.
- Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
Jika ketiga syarat ini terpenuhi, maka atas penjualan truk tersebut terutang PPN.
Pembuatan Faktur Pajak
Untuk transaksi penjualan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, Faktur Pajak yang dibuat menggunakan kode 090. Kode ini secara spesifik menunjukkan jenis transaksi penyerahan BKP yang diatur dalam Pasal 16D UU PPN.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan logistik (PKP) menjual truk operasionalnya kepada pihak ketiga di Indonesia, dan truk tersebut merupakan aset yang PPN Masukannya dapat dikreditkan saat perolehannya, maka penjualan truk itu terutang PPN. Perusahaan logistik tersebut wajib menerbitkan Faktur Pajak dengan kode 090.