Resume PMK 37 Tahun 2025 pajak marketplace
Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut PPh serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan oleh Pihak Lain atas Penghasilan Pedagang Dalam Negeri via Marketplace/digital platform.
Judul: Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut PPh serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan oleh Pihak Lain atas Penghasilan Pedagang Dalam Negeri via Marketplace/digital platform.
Hal Baru & Intinya:
✅ Marketplace (online shop platform) atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) resmi ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22.
✅ Marketplace memotong PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet penjual (pedagang) di platform mereka.
✅ Berlaku otomatis kalau omzet pedagang di atas Rp500 juta per tahun. Kalau di bawah Rp500 juta WAJIB lapor surat pernyataan supaya tidak dipotong.
✅ Marketplace wajib menyetor PPh ke kas negara & melaporkan ke DJP lewat SPT Masa Unifikasi.
✅ Kalau omzet naik melewati Rp500 juta, pedagang WAJIB lapor surat pernyataan ke platform agar pungut pajaknya mulai berlaku.
✅ Penghasilan yang sudah dipungut PPh Pasal 22 ini diperhitungkan sebagai pembayaran PPh Tahunan. Kalau ternyata final (contoh: sewa tanah/bangunan), pungutannya jadi pelunasan PPh Final.
📌 Dampak Buat Seller Online
🔍 Untuk Pedagang: Kalau jualan online di marketplace besar (Tokopedia, Shopee, dll) & omzet lebih dari Rp500 juta/tahun 👉 otomatis dipotong PPh Pasal 22 0,5%. Jadi Kakak nggak bisa under-reporting omzet.
📝 Kalau omzet masih di bawah Rp500 juta: Harus bikin surat pernyataan tiap awal tahun pajak biar bebas pungut.
💸 Untuk Marketplace: Harus jadi tax collector. Kena tanggung jawab hukum. Kalau lalai, bisa kena sanksi sesuai UU Pajak & UU Perlindungan Data.
👀 Transparansi: DJP jadi dapat data penjualan real-time, mempermudah pengawasan & menekan potensi penghindaran pajak di ekosistem digital.