Setoran & Bukti Kewajiban PPN Rekanan Terkait BUMN Pemungut
❓ Pertanyaan:
Apakah keterlambatan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan Pemungut PPN (Faktur Pajak diterbitkan Juli, PPN disetor September) berdampak terhadap kewajiban Wajib Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak?
✅ Jawaban:
Kewajiban rekanan yang melakukan transaksi dengan Pemungut PPN (BUMN) diatur dalam Pasal 295 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81 Tahun 2024), yaitu membuat Faktur Pajak pada saat Faktur Pajak harus dibuat dan melaporkannya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
Apabila rekanan tidak memenuhi ketentuan tersebut, sanksi akan dikenakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Sedangkan kewajiban Pemungut PPN diatur dalam Pasal 296 PMK 81 Tahun 2024, yaitu melakukan pemungutan PPN pada saat Faktur Pajak harus dibuat, menyetor ke kas negara paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan berakhir, serta wajib melaporkan dalam SPT Masa PPN.
Apabila Pemungut PPN tidak memenuhi ketentuan tersebut, sanksi akan dikenakan sebagaimana diatur dalam UU KUP.
Keterlambatan penyetoran PPN oleh Pemungut PPN tidak memengaruhi pemenuhan kewajiban pembuatan dan pelaporan Faktur Pajak oleh rekanan.
❓ Pertanyaan:
Pihak lawan telah menyatakan PPN telah dibayarkan, namun tidak dapat memberikan bukti setor fisik karena sistem pembayaran global (Coretax). Bagaimana cara Wajib Pajak (rekanan) memverifikasi penyetoran PPN tersebut, dan apakah bukti fisik penyetoran tersebut diperlukan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN?
✅ Jawaban:
Mengacu pada Pasal 295 ayat (2) PMK 81 Tahun 2024, Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya, Rekanan wajib melaporkan Faktur Pajak pada Surat Pemberitahuan Masa PPN sesuai Pasal 295 ayat (4) PMK 81 Tahun 2024.
Dengan demikian, Rekanan telah memenuhi kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas penyerahan tersebut. Bukti penyetoran PPN berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dibuat dengan menggunakan nama Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, sesuai dengan Pasal 296 ayat (3).
Oleh karena SSP dibuat oleh dan atas nama Pemungut PPN, Rekanan tidak dapat memperoleh bukti fisik tersebut dan tidak dapat memverifikasi status pembayaran PPN oleh Pemungut PPN.
Dapatkan 2 keuntungan sekaligus dengan subscribe di Baca Diskusi Pajak:
- Akses penuh ke artikel & publikasi digital.
- Akses eksklusif ke Grup Telegram Underground Pajak selama 7 hari.
Daftar sekarang dan nikmati manfaatnya: